Tuesday 2 April 2019

BAHAN LITERASI MEMBACA TEMA 9 KELAS 5 SD

Salam Pendidikan,


Selamat berjumpa kembali dengan saya admin blog ini. jika pada artikel sebelumnya admen membagikan bahan literasi membaca tema 8 kelas 5 SD. Maka pada kesempatan ini saya akan membagikan bahan bacaan untuk literasi membaca bagi adik-adik yang duduk di Sekolah Dasar kelas 5 yang sekolahnnya menerapkan kurikulum 2013. Bahan literasi ini ada pada buku siswa kelas 5 tema 9 revisi 2017.

Bahan bacaan ini dapat menambah wawasan adik-adik berkaitan dengan penguasaan materi pembelajaran pada tema 9 tentang benda-benda di sekitar kita. Ada 5 bacaan antara lain bacaan 1. lomba seni mempererat persatuan; 2.Pasar tradisional Muara Kuin; 3. Kompetisi Pembuatan Slime; 4. Lestarikan Sungai dengan Prokasih; 5. Mengenal Teknologi Transportasi Laut. Baiklah adik-adik selamat menikmati lierasi membaca di bawah ini.
Bacaan 1
Lomba Seni Mempererat Persatuan
gambar lomba seni mempererat persatuan
Gambar Lomba Seni Mempererat Persatuan

Kepala sekolah SD Nusantara, Pak Bani Raharja, mengumumkan kepada siswa kelas IV dan V bahwa SD Nusantara akan mengikuti Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N). Semua siswa mendengarkan dengan saksama pengumuman dari Pak Bani tersebut.

“Anak-anak, SD Nusantara terpilih mewakili Kecamatan Banyuwarna untuk mengikuti Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional di tingkat Kabupaten Siliwangi.”

“Horeee...,” jawab anak-anak gembira.

“Oleh sebab itu, kita akan menyelenggarakan audisi untuk kegiatan festival  tersebut. Audisi bertujuan memilih siswa yang akan mewakili SD Nusantara mengikuti lomba tersebut.”

“Yee...,” terdengar suara kegembiraan anak-anak. Ada sebagian dari mereka yang bertepuk tangan. 

“Siapa yang tahu tentang Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional?” tanya Pak Bani. 

“Lomba seni, kan Pak?” jawab Mahesa.

“Iya. Betul. Jadi, Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional atau FLS2N adalah semacam olimpiade, tetapi khusus di bidang seni. Kegiatan ini diselenggarakan di tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional.

“Wah.....” jawab anak-anak terkagum-kagum.

“Jika kelak kalian menang di tingkat kabupaten, kalian akan mewakili Kabupaten Siliwangi maju ke tingkat provinsi.”

“Wah.....” jawab anak-anak.

“Baiklah, anak-anakku. Jika kalian tertarik mengikuti audisi harap segera mendaftar di tempat Bu Rastini.

Semua siswa tampak gembira mendengarkan informasi tersebut. Semua siswa antusias mendaftar audisi. Audisi yang dilakukan pihak sekolah di antaranya membaca puisi, menyanyi, menari tradisional, dan membuat poster. Para siswa berharap dapat mewakili SD Nusantara di ajang bergengsi tersebut. 

Hari audisi pun tiba. Para siswa yang telah mendaftar, menjalani tes kemampuan yang ditetapkan sekolah. Mereka mengikuti audisi sesuai bidang yang telah dipilih. Bu Rastini dan beberapa guru melihat kemampuan para siswa SD Nusantara. Setelah melalui beberapa pertimbangan, pihak sekolah memilih sejumlah siswa untuk mengikuti festival seni tersebut. Pak Bani memutuskan akan mengirim sejumlah siswa untuk mengikuti lomba paduan suara, membaca puisi, menari tradisonal, dan membuat poster. 

Selaku guru pendamping, Bu Rastini membimbing siswa melakukan latihan. Bu Rastini dibantu beberapa guru lain melatih siswa terpilih sebagai persiapan lomba. Bu Rastini bertugas melatih kelompok paduan suara SD Nusantara. Bu Rini membimbing siswa berlatih menari tradisional. Bu Sapti bertugas melatih siswa membaca puisi dan Pak Rudi bertugas melatih siswa menggambar poster.

Kelompok paduan suara SD Nusantara terdiri atas 15 siswa. Anggota kelompok paduan suara dipilih dengan seleksi ketat. Setiap anggota memiliki suara bagus. Anggota kelompok tersebut juga paham jenis tangga nada. Faktor tersebut memberi kemudahan bagi Bu Rastini melatih kelompok paduan suara.

“Anak-anak, kita sepakat akan menyanyikan dua buah lagu, yaitu “Bangun Pemudi Pemuda” dan “Suwe Ora Jamu”.

“Iya, Buuu,” sahut anak-anak.

“Kalian harus memperhatikan tinggi rendah nada, pembagian suara, dan kekompakan dalam bernyanyi. Ini akan menjadi kelebihan bagi kelompok kita. Semoga kita bisa menang dalam festival seni tingkat kabupaten besok.”

“Aamiin. Mari kita latihan lagi teman-teman,” seru seorang anak.

Terdengar kelompok paduan suara SD Nusantara bernyanyi. Suara mereka terdengar di ruang sebelahnya. Di ruang sebelah tampak Pak Rudi membimbing tiga anak, Dindu, Rinta, dan Boni menggambar. Mereka akan mengikuti lomba pembuatan poster. Poster yang mereka buat memiliki tema persatuan dan kesatuan antarsiswa. Pak Rudi memberi saran dan kritik terhadap pekerjaan mereka. Di ruang kelas V tampak seorang anak, Ifa, berlatih menari tarian tradisional. Sementara itu, di ruang perpustakaan sekolah tampak dua anak,
Lisa dan Fiona sedang berlatih membaca puisi. Mereka didampingi oleh Bu Sapti. Bu Sapti memberi contoh pengucapan setiap kata, penekanan setiap suara keras dan suara lembut, serta ekspresi saat membaca puisi. Lisa dan Fiona memiliki kemampuan membaca puisi lebih dibanding siswa-siswa lain. Mereka berdua sering mewakili SD Nusantara mengikuti lomba baca puisi dan meraih juara. 

Pelaksanaan Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional pun tiba. Bertempat di Pendapa Kabupaten Siliwangi, rombongan SD Nusantara berkumpul dengan peserta dari sekolah lain. Mereka menunggu Pak Bani yang sedang melakukan registrasi. Sambil menunggu acara dimulai, Lisa dan Fiona berjalan-jalan melihat keadaan sekeliling. Mereka berkenalan dengan peserta dari sekolah lain.

Tepat pukul 08.00 acara dimulai. Acara diawali dengan sambutan dari ketua panitia festival seni. Ketua panitia mengatakan bahwa kegiatan lomba paduan suara diikuti 14 sekolah, lomba tari perjuangan daerah diikuti 12 sekolah, lomba baca puisi diikuti oleh 15 sekolah, dan lomba menggambar poster diikuti 10 sekolah.  Sambutan ketua panitia diakhiri dengan ajakan agar semua pelajar dan guru menumbuhkan nilai-nilai budaya daerah dalam rangka memperkukuh rasa kesatuan dan persatuan bangsa. Ketua panitia juga berharap agar semua peserta lomba menampilkan kemampuan dan kreasi terbaiknya untuk memenangkan kompetisi. Namun, persaingan harus tetap dilakukan secara sehat dan tidak perlu ada saling menjatuhkan antarpeserta. Sambutan dari ketua panitia disambut tepuk tangan meriah dari semua peserta.  

Beberapa menit kemudian, lomba dimulai. Setiap peserta memiliki ruangan yang berbeda berdasarkan cabang lomba yang diikuti. Untuk paduan suara, peserta lomba tetap berada di pendapa kabupaten. Setiap kelompok paduan suara menyanyikan lagu wajib “Bangun Pemudi Pemuda” dan satu lagu daerah. Lagu ini dipilih panitia karena dinilai dapat meningkatkan rasa cinta tanah air. Selain itu, lagu daerah juga dapat mempererat ikatan kesatuan dan persatuan bangsa.

Semua peserta lomba mengikuti jalannya perlombaan di ruang masingmasing sesuai bidang lomba yang diikuti. Setelah perlombaan selesai, semua peserta berkumpul kembali di pendapa kabupaten. Pak Bani memberi dukungan kepada peserta didiknya.

“Anak-anak, kalian telah berjuang dengan kemampuan yang kalian miliki. Kalian telah berjuang maksimal sesuai latihan  yang telah kita lakukan. Menang atau kalah dalam perlombaan ini tidak usah kalian pikirkan. Kita serahkan semuanya kepada panitia,” kata Pak Bani.

“Iya, Pak,” jawab Lisa.

“Kita dapat mengambil hikmah dari kegiatan ini. Kalian dapat bertemu  dengan siswa lain  dari berbagai sekolah di Kabupaten Siliwangi. Kalian dapat saling mengenal. Ini menunjukkan bahwa kalian ingin bersatu dengan siswa dari sekolah lain.”

“Iya, Pak,” sahut Dindu. “Pak itu panitia sudah naik di mimbar.” Dindu menunjuk ke atas panggung.

Pak Bani dan teman-teman Dindu bergegas mengalihkan pandangan ke atas panggung. Mereka berdebar-debar mendengar pengumuman dari panitia. Panitia mengumumkan bahwa yang berhak mewakili Kabupaten Siliwangi di tingkat provinsi adalah lomba paduan suara SD Nusantara, lomba baca puisi SD Mutiara Hati, lomba baca puisi SD Nusantara,  lomba menggambar poster SD Pancasila, dan lomba tari perjuangan daerah SD Bina Bangsa. Rombongan yang nama sekolahnya disebutkan panitia tampak bersorak dan bertepuk tangan. Tak terkecuali rombongan SD Nusantara. Mereka sangat bersyukur dapat meraih juara dalam dua kategori. Pak Bani dan guru-guru pendamping mengucapkan selamat kepada anak didik mereka. 

Bacaan 2

Pasar Tradisional Muara Kuin

Pasar tradisional pada umumnya adalah tempat jual beli di atas tanah. Kita akan menemui macam-macam warung di dalam pasar. Namun, keadaan tersebut berbeda dengan kondisi Pasar Muara Kuin. Pasar Muara Kuin berbeda dan unik karena kegiatan jual beli berada di atas sungai. Kegiatan jual beli menggunakan perahu-perahu kecil sebagai lapaknya. Pasar Muara Kuin disebut juga Pasar Apung. Pasar Apung merupakan pasar tradisional unik yang
terdapat di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
pasar tradisional muara kuin
Gambar Pasar Tradisional Muara Kuin

Kota Banjarmasin memiliki kondisi alam yang dilewati banyak sungai. Tak heran jika kota ini dikenal dengan sebutan negeri seribu sungai. Karena kondisi alam tersebut, masyarakat di daerah tersebut menggunakan prasarana. transportasi sungai.Mata pencaharian masyarakat tersebut dipengaruhi oleh warisan budaya suku bangsa Banjar, yaitu berdagang. Mereka memanfaatkan kondisi alam berupa sungai untuk berdagang.  Mereka membuka lapak di atas perahu di sepanjang sungai  dan menjual barang dagangan berupa hasil bumi. 

Pasar Apung merupakan pasar yang tumbuh secara alami karena posisinya yang berada di pertemuan beberapa anak sungai.  Pasar ini sudah ada sejak 400 tahun yang lalu. Sampai sekarang Pasar Apung masih menjadi ikon objek wisata di Kota Banjarmasin. Mungkin hanya satu-satunya pasar tradisional terapung yang ada di Indonesia. 

Danu pertama kali berkunjung di Kota Banjarmasin. Danu ikut ayah dan ibunya berkunjung di Kota Banjarmasin karena saudara ibu Danu memiliki hajatan. Di Kota Banjarmasin Danu bertemu saudara-saudaranya. Saat berkumpul dengan saudara-saudaranya, Danu mengungkapkan keinginannya melihat Pasar Apung.

“Baiklah, Danu. Besok Paman antar kamu berkeliling pasar apung dengan perahu,” kata Paman Rizki.

“Asyik…, aku mau keliling sungai naik perahu, Paman! Ayo, ayah dan ibu ikut serta ya?” kata Danu sambil tersenyum gembira. Ayah dan ibu tertawa melihat ekspresi Danu.

“Ayolah, Kak. Sekalian ikut! Besok kan hari Minggu, sekarang setiap hari  Minggu pagi dari pukul 07.00-10.00 WITA, ada kegiatan program Giat Pasar Terapung. Kegiatan itu diadakan di Siring Sungai Martapura di Jalan P. Tandean,” kata Paman Rizki.

Ayah dan ibu Danu hanya tersenyum mendengar bujuk rayu Paman Rizki. Kemudian, Paman Rizki menjelaskan kepada Danu bahwa masyarakat di Kota Banjarmasin melakukan kegiatan ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya alam berupa sungai.

Hari Minggu pagi, Danu dan keluarganya pergi untuk menikmati keindahan Pasar Apung yang melegenda.  Danu sangat senang saat menaiki perahu kecil. Danu kagum dengan transaksi jual beli yang terjadi di atas perahu. 

“Wah, mereka sangat keren,” ungkap Danu.

“Beginilah, Nak. Cara hidup masyarakat di sini. Mereka memanfaatkan  sungai sebagai jalur transportasi dan tempat berdagang. Kegiatan ekonomi ini sudah berlangsung ratusan tahun yang lalu,” kata Paman Rizki.

“Pantas saja pasar ini termasuk jenis pasar terunik.”

“Iya, Danu. Mungkin hanya di sini kamu dapat melihat pasar seperti ini,”  ujar Paman Rizki.

“Benar-benar mengasyikkan, Paman,” kata Danu.

“Wah, pisang-pisang yang dijajakan sangat menarik, Danu. Aku jadi ingin  membeli pisang dan kelapa itu,” ungkap ibu Danu.

“Ayo, kita dekati penjual itu,” ajak Paman Rizki.

Ibu Danu menanyakan harga pisang dan kelapa kepada penjual. Kemudian,  ibu menawar harga yang diberikan penjual. Kelebihan berbelanja di pasar adalah harga bisa ditawar. Ibu Danu tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Akhirnya, ibu Danu dan penjual mencapai harga kesepakatan. Ibu Danu memberikan uang kepada pedagang dan ibu Danu menerima pisang serta kelapa. 

“Ayo, kita berkeliling lagi, Paman,” ajak Danu.

“Wah, Danu senang ya? Lihatlah Danu. Di Pasar Apung ini, para pedagang menjajakan dagangannya dengan perahu kayu. Perahu kayu itu dikenal dengan jukung,” jelas ayahnya.

“Iya, ayah.”

Kemudian, Danu dan keluarga mengelilingi Pasar Apung. Di Pasar Apung Danu melihat beberapa penjual makanan khas Banjarmasin, seperti soto banjar dan nasi sop banjar. Ada juga beberapa pedagang yang menjual pakaian, kue, dan ikan. Setelah puas berkeliling, Danu dan keluarga kembali ke dermaga penyewaan perahu. Saat pulang, Danu memperhatikan pemandangan sekelilingnya. Di sepanjang sungai Danu menyaksikan pemandangan rumahrumah masyarakat Sungai Barito. Semua rumah masyarakat terbuat dari kayu. 

“Ayah, apakah mereka tidak takut tinggal di aliran sungai?” Tanya Danu kepada ayahnya.

“Sudah sejak dari lahir mereka tinggal di sini Danu. Mereka sudah terbiasa hidup berdampingan dengan alam,” kata ayah.

“Apakah rumah-rumah kayu itu tahan dari air sungai, Yah?”

Tiba-tiba Paman Rizki menjawab pertanyaan Danu, “Rumah-rumah di sini tidak mudah rusak walaupun bahan bangunannya terbuat dari kayu, Danu. Kayu yang digunakan untuk membangun rumah masyarakat di sini adalah kayu ulin. Kayu ulin terkenal kuat dan semakin kuat apabila terkena air,” jelas Paman Rizki.

“Berarti kayu ulin banyak terdapat di sini ya, Paman?”

“Iya, Danu. Masyarakat di sini memanfaatkan hasil hutan berupa kayu ulin untuk membangun rumah,” jawab Paman Rizki. Ayah dan ibu Danu mengajak Danu dan Paman Rizki makan soto banjar. Kemudian, mereka menuju warung yang menjual soto khas banjar. Mereka memesan soto banjar dan beberapa minuman.

“Ayah minum air mineral dan Paman memesan es teh?” Tanya Danu.

“Iya,” jawaban Ayah. Paman Rizki mengangguk sambil tersenyum.

“Kenapa Danu?” Tanya Paman.

“Itu berarti ayah mengonsumsi zat tunggal karena meminum air putih.

Sedangkan Paman Rizki mengonsumsi zat campuran karena meminum es teh. Es teh terdiri atas air, teh, dan gula,” jelas Danu.

Hampir bersamaan ibu, ayah, dan Paman Rizki tertawa mendengar penjelasan Danu.

“Sudahlah Danu, mari kita makan dahulu. Jangan lupa berdoa terlebih dahulu, ya?” pesan ibu.

“Silakan menikmati,” ujar Paman Rizki.

“Iya, Bu. Ini pengalaman pertama Danu makan di atas perahu.”

Mereka menikmati soto banjar. Setelah makan, mereka berfoto bersama  dengan latar pasar apung. Setelah puas, mereka kembali ke dermaga. Beberapa menit kemudian, Danu dan keluarga sudah sampai di dermaga. Paman membayar sewa jukung. Kemudian, mereka naik ke daratan. 

Menurut penjelasan Paman Rizki, seiring dengan perkembangan zaman, Pasar Apung ini menjadi tempat tujuan wisata andalan di Kota Banjarmasin. Objek wisata Pasar Apung ini cukup diminati wisatawan karena letaknya mudah dijangkau. Lokasinya yang berada di dekat Kota Banjarmasin menyebabkan banyak orang menyempatkan diri menikmati keunikan Pasar Apung tersebut. 

Danu mendengarkan penjelasan Paman Rizki. Danu menjadi paham bahwa kondisi alam di daerah ini memengaruhi kegiatan ekonomi penduduk. Sebagian besar masyarakat memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka memanfaatkan sumber daya alam, berupa sungai untuk sarana transportasi dan tempat berdagang. 

 Bacaan 3

Kompetisi Pembuatan Slime


kompetisi pembuatan slime
Gambar Kompetisi Pembuatan Slime

Jam istirahat sekolah dimanfaatkan Rani dan Dhia untuk membaca majalah. Mereka membaca majalah di taman sekolah. Saat sedang membaca majalah, mereka tertarik dengan iklan salah satu mainan yang sedang marak, yaitu slime. Selain iklan slime, majalah juga menampilkan iklan pensil. Rani dan Dhia mencermati iklan di majalah dengan saksama. Berikut iklan yang dibaca Rani dan Dhia.

gambar slime
Gambar Slime

Iklan 1 menginformasikan slime dengan merek Mala. Slime Mala memiliki kelebihan yaitu lembut, kenyal, dan tidak berbahaya. Slime Mala tersedia aneka warna. Iklan tersebut juga menginformasikan toko yang membuat slime Mala. Pembaca yang tertarik membeli slime Mala dapat menghubungi nomor yang tercantum dalam iklan. Sementara itu, iklan 2  menginformasikankan pensil Jojo. Pensil Jojo adalah pilihan tepat untuk ujian. Pensil Jojo memiliki kelebihan tidak mudah patah. 

“Lihat Dhia, ini iklan slime! Hebat ya, Mala bisa memiliki produk slime. Umur Mala seumuran dengan kita lo, Dhia,” kata Rani.

“Iya, Ran. Kemarin aku juga membaca profil Mala. Awalnya, Mala membuat slime karena dia suka bereksperimen. Teman-teman Mala tertarik dengan slime buatannya. Kemudian, Mala menjual slime buatannya kepada temantemannya. Lama-kelamaan banyak orang
memesan slime kepadanya. Saat ini dia sudah memiliki beberapa karyawan yang membantu proses pengemasan slime. Karena Mala harus sekolah, usaha slime di rumahnya dikoordinasi oleh ibunya,” jelas Dhia.

“Hebat ya, kecil-kecil sudah punya usaha,” kata Rani.

“Iya, siapa tahu slime buatan kita besok memiliki banyak pelanggan,” kata  Dhia sambil tertawa.

“Tapi kan slime kita tidak memiliki merek,” jawab Rani.

“Ha…haha…ha…haha….,” tawa Dhia dan Rani hampir bersamaan. 

Slime adalah mainan yang berbahan dasar lem. Slime memiliki tekstur  kenyal yang biasa dimainkan dengan cara ditekan dan ditarik. Mainan slime berasal dari negeri gajah putih alias Thailand.

Rani, Dhia, dan teman di sekolah memang suka memainkan slime. Mereka jarang membeli slime di toko, pameran-pameran, atau secara online. Mereka sering membuat slime bersama-sama. Mereka lebih suka membuat sendiri karena bisa menyalurkan kreativitas masing-masing baik warna, tingkat kelembutan, dan banyak sedikit jumlah slime. Membuat slime bersama-sama juga memupuk rasa kerukunan, persaudaraan, dan persatuan antarteman. Mereka dapat bekerja sama dan menghormati perbedaan keinginan saat membuat slime. 

Rani dan teman-temannya biasa membeli bahan-bahan slime di toko dekat sekolah. Mereka iuran untuk membeli bahan-bahan tersebut. Uang yang terkumpul dibelikan bahan seperti lem dan slime activator atau pengaktif slime. Slime activator biasanya terbuat dari campuran boraks dan air. Semua bahan tersebut dicampur, lalu diaduk sampai tidak lengket dan lembut. Slime termasuk zat campuran karena terdiri atas beberapa bahan yang dicampur menjadi satu.

Rani dan teman-teman biasa membuat slime pada hari Minggu atau libur sekolah. Mereka memanfaatkan waktu untuk membuat slime. Slime-slime yang mereka hasilkan terkadang pesanan teman-teman di sekolah atau anakanak di sekitar tempat tinggal mereka. Hasil penjualan slime dikumpulkan dalam sebuah celengan. Kelak, jika celengan sudah penuh, Rani berencana membagi uangnya secara adil.  

Hari Minggu Rani dan teman-temannya berkumpul di rumahnya. Mereka memiliki jadwal membuat slime. Mereka akan memenuhi beberapa pesanan slime dari teman-teman di sekolah.

“Teman-teman, aku ada berita loh,” kata Dhia.

“Berita apa, Dhia?” tanya Rani.

“Begini, aku kemarin membaca pengumuman. Pusat perbelanjaan Binar  akan menyelenggarakan kompetisi pembuatan slime,” kata Dhia sangat antusias.

“Wow, kata Desi. Benar, Dhi?” tanya Desi kepada Dhia.

“Iya, teman-teman. Aku berkata benar. Bagaimana kalau kita semua ikut  kompetisi tersebut,” kata Dhia.

“Aku setuju, Dhia. Kita bisa bersaing dengan peserta lain dalam keahlian  membuat slime. Berapa biaya pendaftaran kompetisi itu, Dhia?” tanya Rani.

“Kalau tidak salah Rp20.000,00. Kita harus memberi tahu orang tua masing-masing. Kita minta izin kepada mereka. Jika diizinkan, kita minta tolong kepada ayah atau ibu untuk mendaftarkan di kompetisi tersebut,” kata Dhia.

“Semoga ayahku mau mendaftarkan aku,” kata Desi.

“Semoga diberi izin Desi. Toh, tempatnya dekat dengan sekolah kita.” Kata  Dhia.

“Baiklah, besok kita beri tahu teman-teman yang lain,” kata Rani.

Hari Minggu, 26 Maret 2017 adalah waktu penyelenggaraan kompetisi slime di pusat perbelanjaan Binar. Tampak Rani, Dhia, dan teman-temannya berada di tempat perlombaan. Jumlah peserta dalam kompetisi itu sekitar seratus anak. Setiap peserta membawa meja kecil. Untuk alat dan bahan pembuatan slime sudah disediakan panitia penyelenggara.

Kompetisi pembuatan slime pun dimulai. Setiap peserta diberi kebebasan berkreasi membuat slime. Untuk menjadi pemenang, peserta harus mampu menciptakan slime yang lembut dan kenyal. Oleh sebab itu, setiap peserta berusaha membuat slime agar menjadi yang terbaik dalam kompetisi ini.  

Tak terkecuali Rani, Dhia, Desi, dan teman-temannya. Walaupun mereka berteman dan sering membuat slime bersama, di kompetisi ini mereka bersaing secara sehat. Mereka menampilkan keahlian masing-masing dalam membuat slime. Bagi mereka siapa pun yang menang dalam kompetisi ini adalah yang terbaik. Mereka tidak mempermasalahkan jika salah satu dari mereka menjadi pemenang. Mereka akan tetap berteman. Mereka tetap menjalin kerukunan baik di rumah maupun di sekolah. 

Bacaan 4
Lestarikan Sungai dengan Prokasih

lestarikan sungai dengan prokasih
Gambar Lestarikan Sungai dengan Prokasih

Pagi ini hari Minggu. Aku berencana akan bersepeda bersama sahabatku, yaitu Lala, Fina, dan Sofi.  Aku harus bersiap-siap!

“Dina! Teman-teman kamu sudah datang, Nak. Kamu sudah siap, kan?” ujar bunda dari luar kamarku.

“Iya, Bun,” jawabku.

Bergegas aku keluar rumah. Tampak teman-teman sudah menunggu. Setelah pamit kepada bunda, kami pun berangkat. Pagi itu angin bertiup  sejuk. Suasana perumahan kami sangat tenang. Kami berencana bersepeda sampai kampung sebelah. 

“Udara pagi ini sangat segar,” kata Lala.

“Iya, udara pagi ini belum tercemar asap kendaraan, La,” jawabku.

Kami mengayuh sepeda pelan-pelan. Kami bersepeda di sebelah kiri. Kami  tidak ingin menganggu pengendara lain jika berpapasan dengan kami. Tak terasa kami tiba di kampung sebelah perumahan kami. Kami melihat warga sedang kerja bakti. Mereka membersihkan sungai kecil yang letaknya di tepi kampung. 

Banyak warga yang berada di dalam sungai. Mereka mengambil sampah yang ada di sungai. Aliran air sungai tidak begitu deras, jadi memudahkan warga mengambil sampah sampah itu. Saat sedang memperhatikan kegiatan warga, seorang bapak mendekati kami.

“Ada apa, Nak? Bapak perhatikan sejak tadi kalian memerhatikan warga yang sedang kerja bakti. Perkenalkan saya Ketua RT di kampung ini,” terang Pak RT.

“Oh, maaf, Pak,” jawabku.

“Kami tidak boleh ya, Pak, berhenti di sini?” tanya Fina.

“Oh, boleh, Nak. Tidak ada yang melarang,” jawab Pak RT.

“Rumah kami di Perumahan Permai. Hari ini kami ingin bersepeda keliling  perumahan dan kampung. Saat tiba di kampung ini, kami melihat banyak warga terjun di sungai. Kami ingin tahu apa yang mereka lakukan, Pak,” jawabku.

“Oh, itu. Iya, Nak. Mereka sedang membersihkan sampah rumah tangga yang dibuang di sungai oleh orang tak bertanggung jawab. Mumpung aliran airnya tidak terlalu deras, kami ingin membersihkan sampah-sampah itu,” jawab Pak RT.

“Mereka sudah terbiasa masuk ke dalam sungai, ya, Pak?” tanya Sofi.

“Ada yang sudah pernah dan ada yang belum pernah, Nak. Kalau warga yang  bekerja sebagai petugas kebersihan, tentu mereka biasa melakukan pekerjaan seperti ini. Akan tetapi, bagi mereka yang biasa bekerja di perkantoran tentu tidak terbiasa dengan pekerjaan ini,” jawab Pak RT.

“Jadi, warga di sini memiliki mata pencaharian yang berbeda-beda ya, Pak?” tanya Sofi.

“Iya, Nak. Di kampung ini ada yang berprofesi sebagai perajin gerabah, karyawan pabrik, guru, peternak lele, tukang bangunan, dan buruh serabutan,” jawab Pak RT.

“Walaupun mereka memiliki jenis pekerjaan yang berbeda-beda, mereka tetap rukun ya, Pak?” tanya Fina.

“Ini adalah suatu bentuk kerukunan hidup dengan tetangga. Sebagai contoh, untuk menciptakan kerukunan adalah dengan kerja bakti. Kerukunan membuat hidup menjadi tenang dan damai,” jawab Pak RT.

 “Pak, adakah kaitan kerja bakti ini dengan Prokasih atau Program Kali Bersih  seperti iklan di televisi itu?” tanyaku.

 “Wah, pernah lihat iklannya ya, Nak?” tanya Pak RT. Aku tersenyum mendengar pertanyaan Pak RT.

 “Iya, Nak. Di kota ini terdapat ratusan sungai dalam kondisi kritis.  Selain mengalami pengendapan yang luar biasa, sungai juga dipenuhi sampah rumah tangga. Oleh sebab itu, kami tergerak untuk membersihkan sungai kecil ini. Kegiatan ini juga bertujuan mencegah banjir. Dengan begitu, diharapkan dapat mengurangi risiko bencana banjir pada musim penghujan,” jelas Pak RT.

“Saya punya usul, Pak. Bagaimana jika sungai kecil ini sudah bebas sampah, warga di sini memasang iklan layanan masyarakat. Iklan tersebut  berisi ajakan agar masyarakat cinta lingkungan. Iklan tersebut juga menginformasikan bahwa warga di sini mendukung program kali bersih,”kataku.

“Wah, bagaimana bentuk ajakan itu ya, Nak?” tanya Pak RT.

Aku segera mengeluarkan buku saku dan pensil yang selalu ada di tas  mungilku. Segera aku dan teman-teman berdiskusi membuat kalimat iklan layanan masyarakat untuk Pak RT. Setelah berdiskusi, aku menyerahkan kalimat iklan tersebut kepada Pak RT. Pak RT membaca kalimat iklan yang kami buat. Pak RT tersenyum.

iklan layanan masyarakat
Gambar iklan layanan masyarakat

“Kalian memang anak-anak pintar. Bapak bangga bisa berkenalan dengan kalian,” kata Pak RT.

Mendengar kata-kata Pak RT kami menjadi tersanjung. Akan tetapi, kami sadar apa yang kami lakukan belum sebanding dengan perjuangan para warga yang rela masuk ke sungai untuk mengambil sampah-sampah.

“Sama-sama, Pak. Apa yang kami perbuat ini belum sebanding dengan keikhlasan warga saat membersihkan sampah di sungai,” jawabku.

“Iya, menurutku pekerjaan membersihkan sampah di sungai sangat menguras tenaga,” kata Sofi.

“Iya, Nak. Pekerjaan ini memang berat karena berhubungan dengan sampah, kotoran, dan bau tidak enak. Akan tetapi, kami sudah bertekad untuk membersihkannya. Pekerjaan membersihkan sungai terasa ringan bagi kami karena diselingi dengan bercanda. Pekerjaan yang berat jika dikerjakan bersama-sama akan terasa ringan dan cepat selesai,” kata Pak RT.

“Iya. Pak. Saya setuju. Karena hari sudah semakin siang, kami ingin pamit. Maaf menganggu kegiatan kerja bakti warga kampung ini,” kataku.

“Terima kasih, Bapak telah meluangkan waktu di sela-sela kegiatan kerja bakti untuk bercakap-cakap dengan kami, “ kata Fina.

“Kami pamit dahulu, Pak. Semoga warga Suka Makmur tetap semangat untuk menjaga lingkungan,” kata Lala.

“Lain waktu kami ingin bertemu Pak RT lagi. Saya dengar kampung ini ada perajin gerabah, Pak. Kami ingin mengenal lebih dekat kegiatan perajin gerabah di kampung ini,” ujar Sofi.

“Iya, betul itu. Saya setuju dengan usul Sofi,” jawabku.

“Sama-sama, anak-anak. Bapak juga senang dapat mengenal kalian.  Jika kalian tertarik mengetahui kerajinan gerabah di kampung ini, silakan menghubungi bapak. Bapak akan membantu kalian bertemu dengan perajin gerabah itu. Para perajin gerabah di kampung ini memproduksi gerabah dan diekspor ke luar negeri, loh,” kata Pak RT.

“Wah, pasti bagus hasil kerajinan mereka,” kataku.

“Iya, lain waktu saja kita kembali lagi,” kata Fina.

“Iya, Nak. Nanti orang tua kalian khawatir jika terlalu lama di sini. Sekali lagi  bapak mengucapkan terima kasih telah memberi saran bagus untuk membuat iklan layanan masyarakat tadi, ya? Semoga dengan iklan yang kami pasang di sungai ini, warga semakin sadar lingkungan dan menjaga kelestarian lingkungan di sekitarnya. 


Bacaan 5
Mengenal Teknologi Transportasi Laut

Sebagian besar penduduk Desa Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya, berprofesi sebagai nelayan. Setiap dua hari sekali, mereka berlayar ke laut untuk mencari ikan. Mereka sangat menggantungkan hidupnya pada hasil alam. 

Sore hari tampak seorang anak perempuan bersama kakeknya duduk di tepi pantai. Mereka menikmati udara pantai dan pemandangan matahari terbenam. Tatkala ombak datang, sesekali kaki mereka tersentuh air laut.

“Kakek, lihatlah. Apakah yang akan mereka lakukan terhadap kapal itu?”tanya Delisa.

“Oh, mereka membantu mendorong kapal baru milik salah satu nelayan. Mungkin nelayan itu yang akan berlayar dengan kapal barunya nanti malam,” jawab kakek.

Delisa menganggukkan kepala mendengar penjelasan kakeknya. Delisa memperhatikan kerja sama nelayan di pantai itu. Kapal milik nelayan itu besar dan berat. Namun, kapal itu terasa ringan saat beberapa nelayan membantu mendorong kapal itu. Para nelayan membantu tanpa diminta. Mereka dengan ikhlas mendorong kapal. 

Menurut kakek, warga di Desa Susoh terbiasa bergotong royong untuk menarik kapal baru dari daratan menuju perairan pantai. Budaya gotong royong peluncuran perdana kapal baru itu, merupakan tradisi nelayan yang masih melekat dalam kehidupan sosial masyarakat Desa Susoh. Tradisi ini menunjukkan adanya kebersamaan dan mempererat tali persaudaraan antarwarga Desa Susoh

mengenal teknologi transportasi laut
 Gambar gotongroyong peluncuran perdana kapal baru

Walapun bukan tanah kelahiran kakek, tetapi beliau hafal kebiasaan masyarakat Desa Susoh. Kakek lama tinggal di Desa Susoh saat beliau bertugas menjadi dokter desa. Menurut kakek, gotong royong merupakan kearifan lokal yang sudah lama mengakar di Desa Susoh. Gotong royong tidak hanya tampak di pesisir pantai, tetapi di semua daerah di Aceh.  

Delisa mengajak kakeknya berjalan-jalan mengelilingi pantai. Saat itu Delisa melihat sebuah kapal yang berukuran lebih kecil dari yang pertama ia lihat.

“Kok, perahu ini lebih kecil ya, Kek? Ini masih digunakan untuk nelayan atau
tidak, ya?” tanya Delisa.

Delisa memegang kayu kapal tersebut. Delisa mengamati bentuk dan ukuran kapal tersebut.

“Ini adalah kapal tradisional, Delisa. Perahu ini masih menggunakan tenaga manusia. Kapal ini berbeda dengan yang kamu lihat tadi. Kalau kapal yang didorong para nelayan dari daratan ke lautan tadi adalah kapal motor yang memiliki mesin. Kapal tadi memiliki ukuran lebih besar daripada kapal ini,” kata kakek sambil menjelaskan perbedaan kedua kapal yang telah dilihat Delisa.

“Perlu kamu ketahui Nak, bahwa kapal bermesin merupakan bukti adanya perkembangan alat transportasi. Khususnya alat transportasi laut yang digunakan nelayan saat mencari ikan di laut,” kata kakek.

“Apakah kamu tahu, alat transportasi laut yang digunakan nenek moyang pada zaman dahulu Nak?” tanya kakek.

“Apa Kek? Delisa tidak tahu.”

“Alat transportasi yang digunakan nenek moyang kita untuk menjelajah  menyusuri sungai adalah rakit. Rakit adalah alat transportasi air yang paling sederhana. Sampai saat ini pengembangan teknologi kapal laut masih terus dilakukan. Ingat, negara kita adalah perairan atau maritim. Jadi, alat transportasi yang dapat mengarungi perairan sangat dibutuhkan,” kata kakek.

“Wah, kapal apa yang digunakan nelayan di masa depan, ya, Kek?” tanya Delisa.

“Tentu para nelayan akan menggunakan teknologi yang lebih canggih, Delisa. Jika kamu mau belajar, kamu bisa menciptakan kapal nelayan yang lebih canggih kelak,” kata kakek.

Delisa tersenyum mendengar ucapan kakeknya.

“Tapi Delisa kan perempuan, kek?”

“Asal mau belajar rajin, tidak ada cita-cita yang tidak tercapai,” kata kakek.

“Iya Kek,” jawab Delisa.

Delisa dan kakek memutuskan kembali ke penginapan. Sepanjang perjalanan Delisa dan kakek melihat banyak penjual makanan, minuman, pakaian, dan kerajinan khas di Pantai Jilbab. Banyak iklan minuman, makanan ringan, restoran, dan penginapan yang terpampang di sepanjang jalan menuju tempat parkir. Di sepanjang jalan menuju tempat parkir itu pun kakek masih menjelaskan tentang kapal pesiar, kapal selam, dan kapal-kapal modern milik negara asing. Delisa dengan senang hati mendengarkan penjelasan kakeknya.

Di tempat parkir, Delisa melihat seseorang yang sedang mengukir. Delisa tertarik melihat lebih dekat.

“Kakek, ayo kita dekati ibu itu?” ajak Delisa.

Kakek menuruti kemauan Delisa. Kakek mengikuti langkah kaki Delisa menuju tempat duduk seorang ibu.

“Apa yang ibu lakukan?” tanya Delisa.

 “Ini, Dik. Ibu sedang membantu suami memperhalus ukiran ini,” jawab ibu.

“Barang apa yang ibu buat?” tanya Delisa.

“Suami ibu memproduksi alas Alquran dari kayu yang diukir. Alas ini diukir sendiri oleh suami ibu. Kemudian, ibu diminta memperhalus kayu ini,” jawab sang ibu sambil sesekali menggosok kayu dengan kain.

“Wah, bagus ya, Kek. Ukiran suami ibu ini sangat etnik.

“Iya, Delisa. Ukiran khas Aceh memang unik. Seni ukir termasuk keterampilan seni rupa. Pastilah suami ibu ini seorang perupa.” jelas kakek.

“Apakah benar suami ibu seorang seniman?” tanya Delisa.

“Bukan, Dik. Suami ibu bukan seniman. Suami ibu memiliki keterampilan mengukir sejak muda. Ia belajar otodidak karena membantu usaha ayahnya sejak muda,” kata sang ibu.

“Oh, pantas saja hasil ukirannya sangat bagus,” puji Delisa.

“Mengukir membutuhkan ketelatenan dan ketelitian, Delisa. Jika kamu ingin belajar mengukir, kamu harus teliti, telaten, dan sabar. Tidak setiap orang memiliki keterampilan seperti suami ibu ini,” kata kakek.

“Iya, Kek. Sebenarnya Delisa ingin belajar, tetapi suami ibu tidak ada,” kata Delisa dengan sedih.

“Sebaiknya kita pulang dahulu ke penginapan. Hari semakin gelap. Besok kamu kembali lagi di sini. Kamu minta tolong ayah dan ibumu untuk mengantarmu ke sini. Besok kakek ada acara reuni, jadi tidak bisa mengantarmu di tempat ini,” jelas kakek.

Delisa mengangguk mendengar nasihat kakeknya. Setelah pamitan kepada ibu penjual alas Alquran, Delisa dan kakek menuju mobil dan kembali ke penginapan. Di dalam mobil Delisa masih berpikir tentang seni ukir pada alas Alquran. Delisa ingin sekali belajar mengukir. Delisa berharap esok hari dapat kembali menemui ibu penjual alas Alquran bersama ayah dan ibunya.

Bagaimana perasaaan anda setelah membaca artikel ini? Tentunya senang bukan?. Sampai jumpa dengan artikel selanjutnya ya.

4 comments:

Dwi Ati said...

Terima kasih pak...
Maaf, mau ijin share ya pak 🙏

RINTO KUSMIRAN said...

monggo mbak silahkan

M. Imam Muhri said...

Mantabszzz pak bos

M. Imam Muhri said...

Mantabszzz pak bos